KANKER SERVIKS
Laporan International Union Against Cancer (IUCC) pada kongres kanker internasional ke-18 tahun 2002 di Oslo, Norwegia menunjukkan bahwa 6 juta orang meninggal akibat kanker tiap tahunnya dan 10 juta kasus kanker baru, muncul. 466.000 kasus diantaranya adalah kanker servik uteri dan menyebabkan 231.000 kematian tiap tahunnya. Sebagian besar kasus kanker servik uteri terjadi di negara berkembang. Frekuensi kejadian kanker servik uteri tertinggi adalah pada wanita usia antara 50 sampai 55 tahun, dengan umur rata-rata 53,2 tahun.
Frekuensi relatif kanker servik uteri di Indonesia tahun 1980 sebesar 20 %, di antara lima jenis kanker terbanyak pada wanita, kanker servik uteri menduduki peringkat pertama. Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Periode laten dari fase pra invasif menjadi invasif memakan waktu 10 tahun, hanya 9 % wanita kurang dari 35 tahun, menunjukkan kanker cervik yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53 % dari KIS ( Karsinoma In Situ) di bawah usia 35 tahun.
Keputihan merupakan gejala yang sering dikeluhkan. Fluor yang keluar dari vagina ini, makin lama akan berbau busuk karena infeksi dari nekrosis jaringan, sehingga pertumbuhan kanker menjadi ulseratif. Kontak Bleeding terjadi pada 75-80% kasus kanker servik uteri. Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah, makin lama makin sering terjadi, bahkan terjadi perdarahan spontan. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut, terutama pada kanker yang bersifat eksofitik dan dapat menyebabkan anemia. Rasa nyeri terjadi akibat infiltrasi sel kanker ke serabut saraf. Infiltrasi kanker ke ureter menyebabkan obstruksi total, sehingga terjadi gangguan kencing.
Menegakkan diagnosis kanker servik uetri yag klinin sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang menjadi masalah adalah diagnosis pada tingkat awal, misalnya pada tingkat pra invasif. Satadium kanker servik dapat ditentukan dengan kriteria tingkat keganasan klinik menurut FIGO (1978).
Kanker servik timbul di daerah squamo-columner junction. Di daerah tersebut terjadi proses metaplasia skumosa. Metaplasia skuamosa sel endoservik yang dapat dipandang sebagai proses fisiologis, dapat berubah ke dalam prose maturitas yang terganggu ( diplasia ). Gangguan maturitas ini, tampak ada pelebaran dan atipik sel lapisan basal, peningkatan rasio nukleus-sitoplasma, maturitas yang terhambat dan mitosis. Konsep neoplasia intraepitelial servik ( CIN) digunakan untuk menunjukkan perkembangan neoplasia servik. CIN I sesuai dengan displasia ringan, CIN II dengan displasia sedang dan CIN III sesuai dengan displasia berat maupun karsinoma in situ.
Diagnosis kanker servik uteri dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Keluhan yang sering dijumpai penderita kanker servik adalah perdarahan abnormal, contact bleeding, fluor abnormal, gangguan kencing (disuria), gangguan defekasi dan nyeri perut di bagian bawah atau menyebar. Pemeriksaan khusus vagina menggunakan speculum, untuk mengetahui morfologi servik dan mengambil sediaan untuk pemeriksaan jaringan dan sitologis. Pemeriksaan ginekologi vaginal toucher juga perlu dilakukan untuk menilai konsistensi dan bentuk servik.
Diagnosis pasti kanker servik uteri adalah dengan pemeriksaan histlogik dari jaringan yang diperoleh dari biopsi yang dilakukan secara terarah dengan bantuan kolposkop. Hasil pemeriksaan tersebut harus dikonfirmasi dengan tindak lanjut berupa kuretase endoservik atau konisasi servik
Pemeriksaan X-Foto Thorak diperlukan untuk mengetahui adanya metastasis ke paru. Pemeriksaan IVP dan CT-Scan panggul dilakukan jika ada indikasi. Gambaran Radiologis metastasis ke paru, meliputi gambaran coin lesion, efusi pleura, golf ball, nodul, milier, dan pembesaran kelenjar.
Terapi kanker servik dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik, dan dilakukan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melaksanaakan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan. Pada tingkat klinis, karsinoma in situ tidak dibenarkan melakukan elektrokauterisasi atau elektrofulgerasi, bedah cryo dan menggunakan sinar laser, kecuali dilakukan oleh seorang ahli kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum memiliki anak
Pada stadium Ib, Ib occult dan Iia, dilakukan histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul. Paska bedah biasanya dilakukan penyinaran tergantung ada tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfe regional yang diangkat. Tindakan operatif radikal meliputi ekstirpasi uterus, parametrium dan jaringsn para servikal sampai dinding pelvis, menghilangkan vagina manchet yang cukup luas dan limfadenektomi pelvis bilateral; sepanjang arteri iliaka komunis, vasa iliaka eksterna, arteri hipogastrika dan fossa obturatoria. Indikasi radioterapi post operative adalah pertumbuhan tumor ke dalam parametrium, pinggir-pinggir irisan tidak bebas dan metastasis ke kelenjar limfe.
Radioterapi Primer dilakukan pada kanker servik uteri stadium IIb, III dan IV. Jaringan servik uteri merupakan jarinagn yang radioresponsif sehingga dosis yang diberikan adalah 5000 cgy dengan dosis fraksinasi sebesar 200 cgy dilakukan dalam 25 kali penyinaran dan 5 kali dalam seminggu. Teknik radiasi secara radiasi eksterna menggunakan pesawat gammatron dengan Cobalt-60 atau menggunakan Linac (Linier Accelerator) yang teknik penyinarannya lebih canggih.
Setelah 1 seri radiasi dapat pada stadium I da II dapat dilanjutkanb dengan afterloadinmg menggunakan metode dari Fletchener yaitu menggunakan bola-bola Cesium-137 dengan cara brakiterapi, menggunakan dosis 850 cgy, diberikan 2 kali, jarak pemberian pertama dengan kedua adalah 1 minggu.3Penenuan laanmgan radiasi dapat menggunakan simulator ataupaun secara manual denagn menentukan batas atas setinggi Lumbal IV, batas bawah tepi bawah simfisis pubis dan ramus inferior os pubis dan batas lateral jarak terlebar dari cavum pelvis. Pada stadium klinik IVa dan IVb terapi radiasi bersifat paliatif dan pemberian kemoterapi dapat dipertimbangkan dengan kombinasi beberapa jenis sitostatika (polichemotheraphy).
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. New cancer report offers hope for patients and communities (press release). Accessed at
www.who.int/cancer.
3. Mardjikoen, Prastowo.Tumor ganas alat genital. Dalam : Hanifa W (editor). Ilmu kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1999 : 367-403.
4. Grainger, RG. Allison DJ : Diagnostic radiology. An Anglo-American textbook of imaging. Vol II. Churchill Livingstone. Edinburg. 1986 : 961-63.
5. Sutton, David (editor). A textbook of radiology and imaging volume B 4th edition. Livingstone. 1987. 863-90.
7. Tan, Eng M. Autoantibodies as reporters identifying aberrant cellular mechanisms in tumorigenesis. J Clin Invest, November 2001, volume 108, number 10, 1411-1415.
8. Comoglio, P.M., Livio Trusolino, Invasive growth : from development to metastasis. J Clin Invest, April 2002, volume 109, number 7, 857-62.